Manusia
adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT. Kesempurnaan
yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka
sebagai khalifah di muka bumi ini. Manusia dalam pandangan Islam adalah
“makhluk unggulan”. Yang di karuniai akal kreatif, sehingga memungkinkannya
untuk mengembangkan peradaban dan kebudayaanya, seperti dalam transportasi
canggih dan produksi makanannya yang berkualitas dan bersifat massif, hal ini
terkandung dalam QS. Al- ISra’ : 70
Pada
ayat 70 dalam menggambarkan anugreh-Nya ketika berada di laut dan di darat,
baik terhadap yang taat maupun yang durhaka, ayat ini menjelaskan sebab
anugerah itu, yakni manusia adalah makhluk yang unik yang memiliki kehormatan
dalam kedudukannya sebagai manusia-baik yang taat beragama maupun tidak.
Memiliki kehormatan yang sama, antara lain semua diberi hak mimilah dan memilih
serta diiberi pula kemampuan melaksanakan pilihannya lagi diciptakan sebagai
makhluk bertanggun jawab.
Sebagaimana hubungannya dengan insan kamil.
Manusia dapat mencapai insan kamil atau
manusia yang sempurna dengan mudah. Mampu menggunakan potensi yang dimilikinya
dengan baik, yaitu mengaktualisasikan potensi iman kepada Allah, menguasai ilmu
pengetahuan, dan melakukan aktivitas amal saleh, maka manusia akan menjadi
makhluk yang paling mulia dan makhluk yang berkualitas di muka bumi ini seseuai
dengan rekayasa fitrahnya.
Pentingnya pembahasan Insan Kamil bagi kita kaum
muslimin sudah menjadi sesuatu yang niscaya, sebab pendidikan dan tarbiyah
akhlak dalam Islam dapat dimungkinkan hanya berasaskan pengenalan terhadap
Insan Kamil. Oleh karena itu, bagi kita, pengenalan manusia sempurna menjadi
keharusan dan sangat urgen ditinjau dari aspek bahwa pengenalan terhadapnya
pada hakikatnya pengenalan terhadap sosok teladan kesempurnaan manusia.
Sebagaimana dalam al-Qur’an, keharusan menjadikan suri teladan manusia sempurna
disebutkan seperti ini:
Artinya : Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (QS Al-Ahzab/33:21)
Dalam
ayat mulia ini, Tuhan memperkenalkan Nabi Muhammad Saw yang merupakan seorang
paling jelas Insan Kamil sebagai uswah dan teladan bagi umat Islam, yakni umat
dan masyarakat Islam jika menginginkan rahmat dari Tuhan, keselamatan hari
akhirat, serta kebahagiaan insani mesti menjadikan Rasulullah Saw sebagai suri
teladan dalam berbagai dimensi kehidupannya, baik itu pemikiran, keyakinan,
perkataan, maupun tindakan dan perbuatan. Syahid Muthahari tentang keniscayaan
dan urgensi Insan Kamil berkata: Jika kita tidak mengenal Insan Kamil Islam
niscaya kita tidak dapat menjadi seorang muslim sempurna dan totalitas
(Murtadha Muthahari, Insan Kamil, hal.
20)
Di dalam hadis
riwayat Bukhari-Muslim terdapat penjelasan tentang kiat-kiat untuk mencapai
insan kamil. yaitu tentang percakapan Nabi Muhammad SAW dengan Jibril, mengenai
iman, islam dan ihsan, yang merupakan pelajaran berharga bagi manusia yang
hendak mencapai kesempurnaan hidup. Iman, islam dan ihsan adalah tiga pilar
utama serta faktor penentu kesempurnaan hidup manusia.
a.) Iman adalah
percaya kepada enam rukun iman,
b.) Islam adalah
kepasrahan diri kepada Allah SWT, sebagai manifestasi iman yang diwujudkan
dalam bentuk lima amal perbuatan baik.
c.) Ihsan adalah
kelengkapan dari kedua unsur tersebut, yakni; iman dan islam seseorang belum
sempurna, jika belum mampu menghadirkan ihsan dalam dirinya. Yakni beribadah
(berkehendak, bersikap dan berbuat) seolah-olah melihat Allah, atau dengan
keyakinan bahwa Allah senantiasa mengawasi segala amal perbuatan kita. Dengan demikian maka ”insan kamil”
adalah manusia yang dalam hidupnya senantiasa beramal saleh (berbuat baik)
didasari dengan Iman kepada Allah yang mewujud dalam sikap taqwa.
Para sufi memiliki konsep
tentang jalan menuju Allah SWT, jalan ini merupakan latihan-latihan rohaniah
(riyadah) yang dilakukan secara bertahap dalam menempuh berbagai fase, yang
dikenal dengan maqamad (tingkatan-tingkatan)dan ahwal (keadaan-keadaan),
kemudian berakhir dengan mengenal (ma’rifat) kepada Allah. Adanya macam-macam
(tingkatan) yang dijalani kaum sufi umumnya, macam-macam menurut pandangan imam
Al-Ghazali terdiri dari:
- Tobat,
- Zuhud,
- Sabar,
- Faqr,
- Tawakal,
- Khauf,
- Raja’
- Mahabbah.
Sedangkan ibnu Taimiyah selain yang disebutkan oleh imam
Al-Ghazali, ibnu Taimiyah juga menambahkan, Ridha, Ubudiyah, fana dan Ma’rifah.
Untuk
menjadi Khalifah fi al-Ard yang merupakan sosok insan kamil, manusia harus
mampu mempertanggungjawabkan semua apa yang dilakukan selama di bumi. Namun
jika kita menghindari perbuatan yang menyimpang dengan ajaran agama islam,
Insya Allah tentu akan menjadi manusia insan kamil nantinya.
Komentar
Posting Komentar